Rabu, 13 November 2013



Bebas Buta Warna Syarat Melanjutkan
Studi Pendidikan 

                                                                   Kelompok 4                                                                           
                                                                     Anggota  :                                                         
                                      1. Vera Bahrul A (G1B0120811)
                                      2. Muhamad Fahrian Aris M (G1B012031)
                                       3. Shofya Indraguna (G1B012053)
                     4. Kevin Widya Wirawan (G1B012065)
                     5. Putri Sahati Utami br. Marpaung (G1B012086)
                     6. Desyani Maya M (G1B012098)  

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2012



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seiring semakin berkembangnya era globalisasi di zaman ini, maka persaingan dalam pendidikian pun ikut berkembang. Zaman sekarang ini, semakin sedikit orang-orang yang terpilih untuk menjadi kandidat mahasiswa, khususnya mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi dengan mengambil fakultas kedokteran, ilmu-ilmu kesehatan, tekhnik, dsb yang mensyaratkan bahwa calon mahasiswa tersebut harus bebas dari buta warna. Di Universitas mana pun persaingan semakin ketat, dikarenakan saat ini semakin banyak universitas yang menjadikan bebas buta warna menjad syarat yang tak kalah pentingnya di bandingkan dengan syarat baik kemampuan akademik maupun non akademik.           Buta warna dikenal dengan istilah umum untuk gangguan persepsi warna tertentu. Biasanya seseorang buta warna akan merasa penglihatannya telah betul. Adalah sangat tepat bila seseorang dengan buta warna disebut sebagai cacat atau lemah warna, karena seseorang dengan buta warna masih dapat mengenalwarna. Buta warna bisa disebabkan karena faktor genetis maupun faktor lain seperti karena Shaken Baby Syndrome
cedera atau trauma pada otak dan retina, maupun pengaruh sinar UV. Oleh karena itu, seseorang yang menderita defisiensi warna tersebut, otaknya tidak mampu menerima jenis warna secara normal. Di dalam retina mata itu terdapat tiga tipereseptor warna, yaitu merah, biru, dan hijau. Anomali warna terjadi sebagai hasil akibatkekurangan satu atau lebih dari reseptor warna tersebut.Sebagian orang menganggap buta warna adalah penyakit dimana penderitanya tidak  bisa melihat warna sama sekali, hanya mampu membedakan warna hitam dan putih (gelap danterang saja). Ada pula penderita buta warna yang tidak bisa mengenali warna merah atau biru atau hijau saja. Penderita buta warna parsial seperti ini sering tidak menyadari jika ada kelainan dalam dirinya.

 
 Abnormalitas penglihatan warna inilah yang tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal manusia seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajam penglihatan. Abnormalitas penglihatan warna mulai mempengaruhi ketika anak dihadapkan pada persyaratan untuk masuk fakultas/ jurusan tertentu yang buta warna menjadi salah satu kriteria seperti kedokteran, ilmu-ilmu kesehatan, teknik, design grafis,dan lain-lain.Bahkan tak sedikit pula orang yang cerdas dalam akademisnya, tetapi hanya karena dia memiliki penyakit buta warna tersebut, sehingga dia tidak dapat melanjutkan studinya ke fakultas/jurusan yang dia inginkan.
 B. Rumusan Masalah
1.      Apa itu buta warna ?
2.      Bagaimana bebas buta warna menjadi syarat melanjutkan studi pendidikan ?
3.      Mengapa bebas buta warna menjadi syarat melanjutkan studi pendidikan ?
4.      Bagaimana diskriminatif terhadap penderita buta warna ?
5.      Bagaimana Penanganan terhadap penderita buta warna ?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan mengenal tentangpenyakit buta warna.
2.      Untuk mengetahui bagaimana bebas buta warna menjadi syarat melanjutkan studi pendidikan.
3.      Untuk mengetahui mengapa bebas buta warna menjadi syarat melanjutkan studi pendidikan.
4.      Untuk mengetahui bagaimana diskrimintif terhadap buta warna
5.      Untuk mengetahui bagaimana penanganan terhadap penderita buta warna ?












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kelainan terkait kromosom X: buta warna herediter
Pewarisan sifat, khususnya pada manusia, tidak bisa dilepaskan dari peran kromosom. Kromosom berperan dalam membawa materi genetik (DNA) untuk disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Materi genetik ini akan menentukan sifat-sifat manusia atau generasi, yang merupakan keturunan dari generasi sebelumnya, sehingga sifat-sifat yang telah dimiliki oleh generasi sebelumnya tetap terjaga keberadaannya. Sifat-sifat ini berupa genotipe (sifat yang tidak tampak dari luar) yang akan dimanifestasikan ke dalam fenotip (sifat yang tampak dari luar). Manusia memiliki 46 kromosom, yang tersusun atas 44 A (autosom) dan 2 kromosom kelamin (gonosom): XX untuk wanita dan XY untuk pria. Autosom maupun gonosom inilah yang akan membawa sifat-sifat tersebut.
Laki-laki dan perempuan memiliki autosom yang sama, baik dari segi jumlah maupun jenis. Oleh karena itu, apabila suatu sifat dihantarkan melalui autosom, maka laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan maupun tidak mendapatkan sifat tersebut. Dalam hal ini dikenal sifat yang dominan dan resesif, di mana sifat dominan akan lebih banyak muncul daripada sifat resesif.
Lain halnya apabila gonosom yang membawa sifat-sifat. Seperti yang kita ketahui, laki-laki dan perempuan memiliki gonosom yang berbeda, yaitu laki-laki XY dan perempuan XX. Oleh karena itu, apabila suatu sifat resesif terkait dengan kromosom tertentu, katakanlah X, maka sifat tersebut akan lebih mudah dimanifestasikan pada laki-laki yang hanya memiliki satu kromosom X. Sedangkan bagi perempuan pengejawantahan sifat-sifat tersebut hanya akan terjadi apabila kedua kromosom X nya menggandeng sifat-sifat tersebut. Apabila hanya salah satu kromosom X nya yang terkait sifat-sifat tersebut, maka pengejawantahan sifat belum tentu terjadi. Kebanyakan hanya akan membuat perempuan tersebut menjadi carrier (pembawa sifat, yang tidak termanifestasi namun tetap ditransmisikan untuk generasi berikut). Dan apabila sifat tersebut terkait dengan kromosom Y, dapati dipastikan sifat tersebut tidak akan dimanifestasikan pada perempuan, yang notabene kedua kromosomnya adalah X.
Masalahnya adalah, tidak semua sifat yang dibawa oleh kromosom, khususnya gonosom, merupakan sifat yang baik. Ada kalanya sifat tersebut berupa penyakit yang diwariskan, baik secara dominan maupun resesif, sehingga tidak jarang keberadaan sifat tersebut pada gonosom merupakan sesuatu yang merugikan. Bahkan pada penyakit tertentu dapat terjadi gen lethal, yaitu gen yang dapat menyebabkan kematian apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Sifat tersebut dapat menggandeng kromosom X saja atau kromosom Y saja, namun dalam LTM ini hanya akan dibahas yang sifat yang menggandeng kromosom X saja.
Secara umum sifat/gen yang menggandeng/terangkai kromosom X dapat dibagi menjadi dua, yaitu gen terangkai X dominan dan gen terangkai X resesif. Perbedaannya adalah, pada gen terangkai kromosom X dominan sifat hanya akan termanifestasikan apabila kromosom dalam keadaan menggandeng gen dominan. Sebaliknya, pada gen terangkai kromosom X resesif sifat akan termanifestasikan apabila kromosom menggandeng gen yang dalam keadaan resesif.
Contoh penyakit akibat gen terangkai X dominan adalah penyakit anenamel. Penyakit ini adalah ketidakmampuan tubuh dalam membentuk email gigi yang berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan gigi. Penyakit ini akan termanifestasikan dalam fenotipe apabila kromosom X terangkai dengan gen dominan B. Sebaliknya, penyakit ini tidak muncul apabila alel dalam keadaan resesif b.
B. Buta warna dan Penyebabnya
Buta warna, banyak orang yang kurang memahaminya. Orang-orang awam beranggapan bahwa buta warna berarti tidak mampu membedakan semua warna. Orang-orang yang buta warna berarti hanya bisa melihat hitam dan putih, ia tidak bisa melihat warna-warna lain yang banyak jumlahnya. Begitulah anggapan sebagian orang.
Buta warna adalah keadaan dimana seseorang tidak mampu membedakan warna. Ada dua jenis buta warna, yaitu buta warna total dan buta warna parsial. Pada buta warna total berarti seseorang sama sekali tidak bisa membedakan warna. Objek apapun, yang dilihatnya hanyalah hitam dan putih. Sementara dalam buta warna parsial, seseorang tidak bisa membedakan warna-warna tertentu saja.
Sebagian besar buta warna parsial adalah buta warna merah-hijau, dalam artian seseorang yang mengalami buta warna parsial umumnya kesulitan untuk membedakan warna merah-hijau.
 Istilah yang lebih umum dikenal, semua buta warna, baik itu total maupun parsial sama-sama disebut dengan istilah “buta warna” saja. Dengan demikian, ketika ada penyebutan “tidak buta warna” dalam sebuah persyaratan pendaftaran tertentu, maka secara otomatis itu juga berlaku untuk buta warna parsial.  Buta warna terjadi karena sel-sel kerucut tidak mampu merespon warna sebagaimana mestinya. Sel-sel kerucut pada retina mengalami pelemahan atau kerusakan permanen.
Penyebab buta warna bisa terjadi karena suatu penyakit tertentu baik itu dalam mata sendiri maupun penyakit lain yang mempengaruhi kemampuan pengindraan mata. Akan tetapi, sebagian besar buta warna terjadi karena keturunan/genetik. Buta warna yang terjadi secara genetik tidak bisa disembuhkan, sementara buta warna yang terjadi karena suatu penyakit bisa disembuhkan dengan terlebih dahulu mengetahui penyakit kemudian menyembuhkan penyakit itu. Tulisan ini lebih berfokus pada buta warna karena keturunan/genetik.
Buta warna yang terjadi karena keturunan/genetik lebih banyak dialami laki-laki. Dalam suatu penelitian, 1 dari 12 orang laki-laki mengalami buta warna, sementara 1 dari 200 orang perempuan mengalami buta warna.
Buta warna karena keturunan terjadi secara criss cross inheritance (penurunan silang), yaitu seorang ayah yang buta warna akan menurunkan sifat buta warnanya itu kepada anak perempuannya, sementara ibu yang memiliki sifat buta warna akan menurunkan sifat buta warnanya kepada anak laki-lakinya
Buta warna yang merupakan kelainan genetik atau bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, seperti yang telah dijelaskan diatas, disebabkan karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki dan wanita. Seorang wanita terdapat istilah 'pembawa sifat' hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom X mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tersebut menderita buta warna.
Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut.
Retina mata memiliki hampir tujuh juta sel fotoreseptor yang terdiri dari dua jenis sel– sel batang dan sel kerucut– yang terkonsentrasi di bagian tengahnya yang disebut makula. Sel batang sangat sensitif terhadap cahaya, dan dapat menangkap cahaya yang lemah seperti cahaya dari bintang di malam hari, tetapi sel itu tidak dapat membedakan warna, hanya dalam nuansa hitam, abu-abu, dan putih. Sel kerucut dapat melihat detail obyek lebih rinci dan membedakan warna tetapi hanya bereaksi terhadap cahaya terang. Kedua jenis sel tersebut berfungsi saling melengkapi sehingga kita bisa memiliki penglihatan yang tajam, rinci, dan beraneka warna.
Ada tiga jenis sel kerucut pada retina. Mereka masing-masing berisi pigmen visual (opsin) yang berbeda sehingga bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda : merah, hijau dan biru. Sel kerucut menangkap gelombang cahaya sesuai dengan pigmen masing-masing dan meneruskannya dalam bentuk sinyal transmisi listrik ke otak. Otak kemudian mengolah dan menggabungkan sinyal warna merah, hijau dan biru dari retina ke tayangan warna tertentu. Karena perbedaan intensitas dari masing-masing warna pokok tersebut, kita dapat membedakan jutaan warna. Gangguan penerimaan cahaya pada satu jenis atau lebih sel kerucut di retina berdampak langsung pada persepsi warna di otak. Seseorang yang buta warna memiliki cacat atau kekurangan satu atau lebih jenis sel kerucut.
                        Buta warna sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu trikromasi, dikromasi dan monokromasi.
            Buta warna jenis trikomasi adalah perubahan sensitifitas warna dari satu jenis atau lebih sel kerucut. Ada tiga macam trikomasi yaitu:
§     -Protanomali yang merupakan kelemahan warna merah,
§     -Deuteromali yaitu kelemahan warna hijau,
§     -Tritanomali (low blue) yaitu kelemahan warna biru.
Jenis buta warna inilah yang paling sering dialami dibandingkan jenis buta warna lainnya.
Dikromasi merupakan tidak adanya satu dari 3 jenis sel kerucut, tediri dari:
§     -protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga kecerahan warna merah dan perpaduannya berkurang,
§     -deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerujut yang peka terhadap hijau, dan
§     -tritanopia untuk warna biru.
Sedangkan, monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis typical dan sedikit warna pada jenis atypical. Jenis buta warna ini prevalensinya sangat jarang.

C. Persilangan Buta Warna
            Persilangan buta warna ini disebabkan oleh gen yang tertaut kromosom X. Gen-gen tersebut bersifat resesif. Bila gen resesif ini berpasangan dengan kromosom X, tidak menyebabkan buta warna, tetapi individu yang bersangkutan membawa sifat buta wrana (carrier). Apabila gen resesif berpasangan dengan kromosom Y akan menyebabkan Buta warna.
Genotype XX : menunjukan wanita normal
Genotype XY: laki-laki normal
Genotype XXcb: wanita carrier buta warna
Genotype XcbXcb: wanita buta warna
Genotype XcbY: laki-laki buta warna

Dalam suatu kasus pasangan suami istri, istri carrier buta warna dan suami normal, maka?
P          : XXcb  ><        XY
               X                  X
               Xcb                Y
F1        : XX, XY, XcbX, XcbY

Kemungkinan adalah 3 anak normal dan 1 anak buta warna. Yang buta warna adalah anak laki-lakinya, sedangkan wanitanya normal. Wanita carrier buta warna memiliki penglihatan yang normal, tetapi sifat buta warna ini akan muncul pada keturunannya.

Bila ayah dan ibu buta warna maka dapat dipastikan semua anaknya menderita buta warna.
P          : XcbXcb            ><        XcbY
               Xcb                  Xcb
               Xcb                  Y
F1        : XcbXcb, XcbXcb, XcbY, XcbY



Contoh dalam populasi:
Dalam masyarakat P yang berpenduduk 10000 orang terdapat 16 orang buta warna. Berapa orang pembawa sifat buta warna padamasyarakat tersebut?
Orang buta warna :
q2         = 16/10000
            = 0,0016
q          =  0,04
p+q      =1
p          = 1- 0,04
            = 0,96
Jadi, frekuensi gen P = 0,96 dan q = 0,04
1.      Orang pembawa sifat buta warna (Pq)
Pq= 2Pq=2x0,96x0,04= 0,0768= 7,68 %

            Berarti dalam populasi 10000 orang terdapat carrier sebanyak 10000x0,0768= 768 orang. Populasinya tidak seimbang, penderita buta warna lebih sedikit daripada yang normal. Implikasinya tidak sesuai dengan huhkum Hardy-Weinberg, dimana frekuensi gen dalam populasi akan berubah atau mengalami evolusi.
Dalam hal ini digunakan hukum Hardy-Weinberg. Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam suatu populasi. Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selau konstan dari generasi ke generasi, maka populasi tersebut tidak mengalami evolusi. Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi gen berubah, artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami evolusi.
Untuk memastikan kasus buta warna, dokter mata umumnya akan melakukan tes hara dengan buku berisi kombinasi berbagai warna. Biasanya juga akan dilakukan tes penunjang, seperti pemeriksaan organ mata, dan sebagainya. Kerusakan secara umum tak hanya terkait dengan keluhan buta warna, tetapi juga pada hal lain, semisal ketajaman penglihatan, luas pandang, dan sebagainya. Yang perlu disadari, anak penderita buta warna tidak mengalami hambatan secara fisik dan kesehatan. Anak tetap dapat hidup, beraktivitas, bersekolah, dan sebaginya. Orang tua bisa mengarahkan anak pada bidang-bidang profesi yang tidak membutuhkan keahlian waran secara dominan.

D. Gejala atau Tanda Buta Warna
Pada umumnya anak sudah bisa membedakan warna pada usia 18 bulan, tapi sebagian besar anak mulai bisa membedakan antara satu warna dan lainnya dengan lebih baik saat berusia 36 bulan.
Sebagian besar orangtua akan menaruh kecurigaan pada anaknya saat sulit mengajarkan tentang warna-warna dasar padanya, dan 99 persen orang yang buta warna mengalami kelemahan pada warna merah atau hijau. Hal ini akan membuat seseorang sulit membedakan berbagai warna yang mengandung merah atau hijau. Misalnya kelemahan warna merah akan sulit membedakan warna violet, ungu dan biru.

Beberapa gejala yang muncul dari tiap orang bervariasi, tanda-tandanya bisa berupa:
  1. Memiliki kesulitan atau masalah saat melihat warna dan kecerahan dari warna, walaupun sebenarnya warna tersebut biasa saja.
2.      Ketidakmampuan membedakan antara beberapa warna yang mirip.
3.      Kesulitan untuk mengingat suatu warna.

E. Tes Buta Warna
Tes standar untuk mendiagnosis buta warna adalah tes Ishihara, yang banyak digunakan di kantor-kantor, sekolah-sekolah, dan instansi lainnya untuk menyeleksi calon mahasiswa/karyawan. Tes Ishihara terdiri dari 38 set warna yang secara ekstensif menskrining buta warna. Masing-masing set terdiri dari lingkaran-lingkaran dengan titik-titik mosaik bernuansa hijau-merah yang berbeda. Di dalam mosaik terdapat pola-pola angka (“angka atau huruf tokek”) yang tidak dapat dilihat orang yang buta warna tetapi mudah dilihat orang normal
Contoh tes buta warna seperti ini :
                        Gambar 1                                                        Gambar 2
                                    Gambar 3                                            Gambar 4

F. Kasus Skenario
Putra, usia 18 tahun, baru lulus SMA, bercita-cita ingin menjadi seorang arsitek. Untuk mencapai cita-citanya, Putra mengikuti bimbingan belajar sebagai persiapan masuk ujian PT. Pada saat itu konsultasi pemilihan jurusan dan analisis hasil belajar, Muchlis sangat mungkin diterima pada jurusan arsitek. Berhubung arsitektur mensyaratkan calon mahasiswa yang tidak buta warna, bimbingan belajar memberikan rujukan tes buta warna pada seorang dokter mata dan dokter mata menyatakan bahwa Putra dinyatakan buta warna. Dengan sangat kecewa Putra bertanya mengapa dia buta warna, padahal kaka laki-laki, adik perempuan, serta kedua orangtuanya tidak buta warna. Menurut informasi kedua orangtuanya, ternyata kakek Putra menderita penyakit buta warna.
Penyakit buta warna yang muncul dalam skenario disebabkan karena faktor genetik, yaitu faktor keturunan dari kakek Putra.Karena penyakit genetis tersebut, akhirnya Putra tidak dapat melanjutkan studinya di jurusan arsitektur.
G.    Bebas Buta Warna Menjadi Syarat Melanjutkan Studi Pendidikan
Selain kemampuan di bidang ilmu dan kemampuan secara finansial adalah syarat untuk dapat melanjutkan studi pendidikan, ada syarat lain yang tak kalah pentingnya yaitu  syarat bebas buta warna baik total maupun parsial bagi calon mahasiswanya. Saat ini hampir di seluruh universitas, khususnya di Indonesia menjadikan tes buta warna menjadi tes saringan untuk masuk ke perguruan tinggi. Biasanya tes buta warna ini masuk ke dalam tes kesehatan. Walaupun tidak semua fakultas atau jurusan mensyaratkan bebas buta warna bagi calon mahasiswanya, tetapi sebagian besar fakultas atau jurusan dari kelompok ipa memang wajib bebas buta warna. Fakultas kedokteran dan ilmu-ilmu kesehatan, desain grafis, arsiektur, sains, pertanian, peernakan, dan masih banyk lagi jurusan yang khususnya basic ipa mewajibkan bebas buta warna bagi calon mahasiswanya. Untuk dapat masuk ke perguruan tinggi dengan fakultas atau jurusan yang mewajibkan calon mahasiswanya untuk bebas dari penyakit buta warna, biasanya pihak perguruan tinggi melakukan tes buta warna.
Seperti yang telah disinggung diatas, Tes buta warna adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang buta warna atau tidak. Tes buta warna yang paling sering digunakan adalah Uji Ishihara. Uji Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik/bulatan/bulatan dengan berbagai warna dan ukuran. Titik/bulatan berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Di dalam lingkaran umumnya terdapat susunan warna membentuk angka-angka atau pola-pola tertentu. Warna titik/bulatan itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan mampu melihat perbedaan warna seperti yang dilihat oleh orang-orang normal.
orang dengan mata normal akan melihat angka 45, sedang kebanyakan orang dengan mata buta warna tidak mampu melihat angka apapun
8 = normal, 3 = buta warna merah-hijau, tidak ada angka apapun = buta warna total
mata normal bisa melihat kotak coklat dan lingkaran kuning, mata buta warna hanya bisa melihat lingkaran kuning.
            Tes buta warna menjadi syarat melanjutkan studi pendidikan, tes buta warna sangat penting karena berfungsi untuk mengetahui apakah seorang calon mahasiswa menderita penyakit buta warna atau tidak. Khususnya untuk jurusan yang nantinya akan bertemu dengan banyak warna. Mengapa harus ada tes buta warna ? Masalah buta warna bagi bidang kesehatan, teknologi, dan industri akan menjadi penting. Tes buta warna dilakukan agar kelak calon sarjana apalagi untuk yang profesi dapat bekerja dengan penuh secara profesionalisme dan penuh tanggung jawab, karena orang yang menderita penyakit keturunan buta warna dapat membahayakan dirinya dan orang lain juga. Contohnya, coba bayangkan apabila kalau orang tersebut salah memilih kabel?, apa yang akan terjadi? Kemungkinan besar hal buruk yang kan menimpa dirinya dan orang lain.
            Maka dari itu tes buta warna menjadi bagian yang tak kalah pentingnya dalam tessaringan masuk perguruan tinggi. Hal ini juga diberlakukan karena mengingat pentingnya keprofesionalisme serta tanggung jawab yang harus dijunjung tinggi, demi menjaga keselamatan diri orang tersebut terlebih lagi demi menjaga keselamatan orang banyak.
H.    Diskriminatif Terhadap  Penderita Buta Warna
            Buta warna menjadi suatu hal yang mungkin dapat dikatakan sebagai bumerang bagi penderitanya. Khususnya seperti kasus yang akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang mensyaratkan bahwa calon harus bebas buta warna. Walaupun hal tersebut tidak menjadi syarat mutlak, tetapi untuk jurusan Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, dan Desain Grafis, dsb (khususnya bidang eksakta) pasti mewajibkan calon mahasiswanya bebas dari penyakit gen buta warna. Bahkan ada di salah satu Universitas yang ada di Indonesia, yang semua fakultas beserta jurusannya mewajibkan calon-calon mahasiswanya agar lolos dari tes buta warna.
            Hal inilah yang seakan-akan adanya pendiskriminatifan antara calon mahasiswa yang menderita buta warna (baik itu total dan parsial) dengan calon mahasiswa yang sama sekali bukan penderita buta warna. Para penderita buta warna secara psikologis pasti merasa minder dan kecewa.  Setelah bercapek – capek bersaing dari tahap tes tulis, administrasi, test psikologi, wawancara, ujung – ujungnya medical test, mereka harus meninggalkan gelanggang di saat babak akhir karena tidak melek warna ini. Padahal jelas – jelas bidang yang mereka incar sesuai dengan jurusan mereka masing-masing. Memang banyak kejadian yang tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini tes buta warna seakan-akan menjadi salah satu syarat utama agar dapat melanjutkan studi pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Jangankan untuk itu, saat ini juga kita tahu bahwa untuk melamar ke beberapa pekerjaan atau pun jika ingin menjadi CPNS, salah satu syarat utama yaitu tadi. Lolos tes buta warna.
            Banyak juga kasus di kalangan sekitar, seperti hal nya calon mahasiswa termasuk anak yang ber intelektual tinggi alias cerdas, dan diterima di perguruan tinggi yang bagus dan terkenal. Tetapi karena pada saat diadakan tes buta warna dia ternyata dia seorang yang buta warna, sehingga dia dinyatakan gugur. Hal ini mengakibatkan banyak argumen dari para penderita buta warna bahwa ini merupakan sesuatau yang tidak adil. Mereka ingin meneruskan jenjang pendidikan, tetapi karena hanya tes buta warna saja membuat mereka minder dan merasa tidak layak.
            Ternyata pengaruh buta warna itu sangat berpengaruh terhadap pendidikan. Diskriminatif antara penderita buta warna dan tidak semakin terlihat dari tahun ke tahun, mengingat semakin di berlakukannya tes bebas buta warna di berbagai universitas beserta jurusan yang ada. Seperti yang telah diketahui, bagi calon yang dinyatakan buta warna tidak dapat masuk ke jurusan tertentu, sedangkan bagi yang tidak buta warna bebas memilih jurusan manapun yang mereka minati asal ada kemampuan secara IQ dan finansial. Karena berdasarkan teori dalam biologi pun kita tahu bahwa tes buta warna total karena faktor genetis tidak dapat disembuhkan. Berbeda dengan buta warna yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk dapatan/keracunan, shaken baby syndrome, trauma, cedera otak, katarak, atau pengaruh sinar UV atau buta warna parsial yang kemungkinan masih bisa disembuhkan.

I. Penanganan Buta Warna
Untuk penanganan buta warna sampai saat ini, belum ditemukan cara untuk menyembuhkan buta warna turunan. Walaupun demikian, tersedia beberapa cara untuk membantu penderitanya. Cara tersebut antara lain adalah :
1.      Menggunakan kacamata lensa warna. Tujuannya, agar penderia dapat membedakan warna dengan lebih mudah. Cara ini terbukti efektif pada beberapa penderita.
2.      Menggunakan kacamata dengan lensa yang dapat mengurangi cahaya silau. Biasanya penderita buta warna dapat membedakan warna denagn lebih jelas jika cahaya tidak terlalu terang atau menyilaukan.
3.      Jika tidak dapat melihat warna sama sekali (buta warna total), penderita dianjurkan menggunakan kacamata lensa gelap dan mempunyai pelindung cahaya pada sisinya. Suasana lebih gelap diperlukan karena sel ro, yaitu sel yang hanya bisa membedakan warna hitam, putih, dan abu-abu, bekerja dengan lebih baik pada kondisi cahaya yang suram.








BAB III
 PENUTUP

A.     KESIMPULAN
·         Buta warna adalah keadaan dimana seseorang tidak mampu membedakan warna. Ada dua jenis buta warna, yaitu buta warna total dan buta warna parsial. Pada buta warna total berarti seseorang sama sekali tidak bisa membedakan warna. Objek apapun, yang dilihatnya hanyalah hitam dan putih. Sementara dalam buta warna parsial, seseorang tidak bisa membedakan warna-warna tertentu saja.
Buta warna yang merupakan kelainan genetik atau bawaan yang diturunkan dariorang tua kepada anaknya.Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut
·                   Selain kemampuan di bidang ilmu dan kemampuan secara finansial adalah syarat untuk dapat melanjutkan studi pendidikan, ada syarat lain yang tak kalah pentingnya yaitu  syarat bebas buta warna baik total maupun parsial bagi calon mahasiswanya. Saat ini hampir di seluruh universitas, khususnya di Indonesia menjadikan tes buta warna menjadi tes saringan untuk masuk ke perguruan tinggi.
          Untuk dapat masuk ke perguruan tinggi dengan fakultas atau jurusan yang mewajibkan calon mahasiswanya untuk bebas dari penyakit buta warna, biasanya pihak perguruan tinggi melakukan tes buta warna.
·                      Tes buta warna sangat penting karena berfungsi untuk mengetahui apakah seorang calon mahasiswa menderita penyakit buta warna atau tidak.
          Tes buta warna dilakukan agar kelak calon sarjana apalagi untuk yang profesi dapat bekerja dengan penuh secara profesionalisme dan penuh tanggung jawab, karena orang yang menderita penyakit keturunan buta warna kemungkinan besar dapat membahayakan dirinya dan orang lain juga.
·         Calon mahasiswa yang menderita buta warna baik total maupun parsial kemungkian tidak dapat masuk ke peruruan tinggi yang diidamkan walaupun secara IQ tinggi dan finansial nya memenuhi.
·         Penanganan untuk penderita buta warna diantaranya :
1.      Menggunakan kacamata lensa warna. Tujuannya, agar penderia dapat membedakan warna dengan lebih mudah.
2.      Menggunakan kacamata dengan lensa yang dapat mengurangi cahaya silau.
3.      Jika tidak dapat melihat warna sama sekali (buta warna total), penderita dianjurkan menggunakan kacamata lensa gelap dan mempunyai pelindung cahaya pada sisinya.

B.     SARAN
Tes buta warna perlu dilakukan sedini mungkin, apalagi untuk yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Jadi, dari sejak dini ataupun sebelum melakukan tes saringan masuk perguruan tinggi, calon mahasiswa sudah dapat mengetahuiapakah dia menderita penyakit buta warna atau tidak. Sehingga dapat dilakukan pengobatan (untuk buta warna akibat faktor lingkungan) dan penanganan lebih awal.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell et all. 2008. Biologi Edisi 8. Benjamin Cummings : San Fransisco
Deeb, S.S. and Motulsky, A. G.2005. Red-gree color vision defects. In                                                                   
GeneREVIEWS,  19 September 2012
Elvita, Azmi dkk. 2008. Genetika Dasar. www.yayanakhyar.files.wordpress.com
19September 2012  pk 13.00

Geri, Gunawan. 2010. Aplikasi Tes Buta dengan Metode Isihara Berbasis
Komputer Aplikasi Tes Buta Warna Menggunakan Visual Basic.  www.mercubuana.ac.id. 18 September 2012 pk.15.00

Kurnia, Rahmadi. 2009. Penentuan Tingkat Buta Warna Berbasis HIS Pada Citra
Ishihara. www.journal.uii.ac.id. 18 september 2012 pk. 13.30
Operation, Ganesha. 2011 .Kumpulan Soal dan Rumus. GO : Bandung
Pratiwi, D.A. 2007. Biologi Untuk SMA kelas XII. Erlangga : Jakarta
Widianingsih, Ratri dkk .2010. Genetika Dasar
 

 

0 komentar :

Posting Komentar